rss

25 Juli 2010

Tragedi 'kendhi' berdarah

Aahh..., tak tahu mengapa tiba-tiba kepalaku pusing, sakit sekali. Mungkin karena darah rendahku kumat atau bisa juga karena aku yang telat makan. Sekarang sudah tanggal tua, budget sudah menipis nunggu gajian. sedangkan hari ini akutelah melakukan pekerjaanku semaksimal mungkin. Mendesain hiasan ruangan, MMT, poster, iklan, menata ruangan, membersihkan, menyeting dan merapikan ruangan kerja.Sepertinya harus ada sedikit waktu untuk istirahat, sejenak menenangkan diri. Terbayang-bayang di anganku wajah-wajah keluargaku yang berada dirumah. Timbul pertanyaan, apakah mereka disana dalam keadaan baik? Apakah mereka semua sudah makan? Ahh.., aku berpikir positif saja dan berdoa semoga mereka dalam keadaan yang sangat baik.




Aku dari kecil memang sudah terbiasa bekerja. Waktu itu aku berada di bangku SMP, sepulang sekolah seperti biasa aku membantu ibu membungkusi kerupuk yang hendak dijual ke pasar. Tepat jam empat setelah selesai membungkus krupuk aku segera berangkat untuk membeli kupuk mentah guna di masak esuk hari.

"Jar, ini uangya. Beli krupuk "rangtang"  sepuluh kilo ke tempatnya Lik No!" Sahut Emak.

"Iya Mak, " Jawabku lantang tanda semangat untuk bekerja.

"Jangan lupa ni bawa karungnya!"

"Iya..!"

Sebelum aku pergi tiba-tiba ada tontonan yang kerap kali aku lihat. Cerita bersambung ini seringkali mengganggu pikiran dan jiwaku. Lebih seru dari film action dan lebih dramatis dari film sinetron. Suara-suara itu semakin keras mengeras. Suara sound radioku aja tidak sekeras itu. suara dua orang manusia yang disahut dengan suara barang-barang yang dibanting dan ditendang. Praaakkkkk......, glonthannnnn..., seperti perang kemerdekaan.

"Jan, sudah ngaku aja. Aku lebih suka km jujur. aku masih bisa memaafkan kamu jika kamu jujur!" Ucap Emak.

"Siapa juga yang ngambil? Aku nggak pernah ngambil sama sekali!"

"Sudah tertangkap basah masih tidak mengaku? Pasti km pakai untuk main kartu tadi malam kan? Kamu kalah kan?"

"Alaah..., main kartu apa? Aku cuma nonton aja kok!"

"Semalam aku nyuruh Jono, anakmu buat nguntit kamu di kiosnya Kirman. Dan katanya kamu lagi megang kartu. masih mau alasan lagi ha?

Belum selesai perang itu sudah kukayuh sepeda bututku untuk berangkat ke desa Pencil. Warna langit semakin gelap, mendhungpun semakin pekat. Aku tak mau jika nanti sampai kehujanan dijalan. Desa Pencil sekitar tiga kilo dari desaku dan di kanan kiri hanya ada sawah dan pepohonan kecil. tidak ada tempat berteduh jika turun hujan. Aku harus bersepeda melewati empat desa sedang jarak dsa satu dan desa lainnyapun berjauhan. Sepeda butut yang pernah dipakai ayahku masih kecil kini aku yang menaikinya. tak heran jika sepeda mudah rusak dan merepotkan. Sepedanya lebih tua dariku jadi aku harus menghormatinya, aku tidak memaksakan kehendakku untuk melaju cepat jika itu aku lakukan maka ngambeklah sudah sepeda itu, rantai 'losgir'.
Setelah hampir satu jam perjalanan akhirnya aku sampai ditempat Lik No. Dengan kesejukan keringat yang menyelimuti tubuhku dan aroma parfum alami yang menebarkan wangi, akudengan percaya diri masuk.

"Lik, krupuk 'rantang' sepuluh kilo y?"

"Oke, beres bos! mana karungnya?"

"ini!"

Tak berapa lama aku kembali melanjutkan perjalananku menyusuri jalan yang penuh batu berhamburan dengan debu yang menyertai di setiap hembusan angin yang membawanya. Langit sudah sangat gelap lebih gelap dari mukaku yang tiap hari selalu tertimpa sinar mentari yang membuat tubuhku jadi setengah matang. Dengan gelapnya langit yang semakin menghitam aku mulai menaikkan tempo ayuhan pedalku, aku percepat frekuensi putaran kaki. Tapi tak sampai keras sekali karena aku takut si speda tua ngambek.

Langit serasa akan jatuh. Seperti air ketuban yang mau pecah ketika sapi kakekku melahirkan. Aku sudah berusaha untuk merayu langit. Kunyanyikan lagu romantis, kubacakan puisi cinta. Namun, dia tidak mau menghiraukan aku, dia mengacuhkanku. Benarlah, seketika itu turunlah hujan lebat. Melebihi air kencing sapi, hujan itu deras sekali. Tajam air menusuk-nusuk pipiku, guyurannya membasuh mukaku turun hingga ke celanaku. Tak ada tempat untuk berteduh, tak ada orang untuk mengaduh. Hanya aku, sekarung krupuk 'rantang' dan sepeda tuaku.

"Ya Allah..., kuatkanlah diriku!"

"Berikan aku keselamatan!"

Aku hanya bisa berdoa. derasnya hujan membuat pandanganku kabur, jalan tidak terlihat. Yang terlihat hanya sekelompok air yang sedang terjun bebas mengenai kepalaku dan tanah-tanah disekitarku. Orang tidak akan pernah tahu apabila saat itu juga aku menangis, orang tidak akan bisa menebak apakah aku mengompol di celana atau tidak saking banyaknya air yang membasahi tubuhku. Hujan yang tak seperti biasanya, butiran hujan begitu besar. Tubuh seperti sedang melakukan terapi akupuntur, hanya saja jarumnya sedikit lebih menyakitkan.

Karena gelapnya pandangan ke jalan, tak terasa gerbang perbatasan desa sudah terlihat. Tak kukurangi kekuatan kayuhanku dengan konsisten aku kayus pedal dengan irama empat per empat. Dengan sedikit goyangan pinggul dan hentakan kaki akhirnya sampai jua dirumah.

"Jon, kok baru pulang? Km nggak apa-apa?" Tanya Emak.

"Aku baik-baik aja mak!" Jawabku.

" Kamu menggigil, cepat ganti baju biar hangat!"

"Iya...."


Aku sudah minum teh anget, jahe anget, ternyata kondisi tubuhku tidak kuat melawan panas yang yang menerpa tubuhku. Panas yang merambat melalui benda padat ini, telah memenuhi seluruh tubuhku. Aku mulai merindukan Kasur dan selimut. Tidak berpikir apa-apa setelah sholat maghrib dan makan
 dengan segera aku lompat ke tempat tidur dan menerbangkan selimut diatas tubuhku.

"Aduuuhh...., pusing!"

"Sakit..."

Teriakan pertama karena karena kepalaku sangat pusing, teriakan kedua pusing semakin menjadi, dan teriakan ketiga tidak aku lakukan karena ternyata aku sudah pulas tertidur. Dalam mimpi aku berada ditempat yang sangat hangat. Suasana hijau menyejukkan hati. Airnya hangat. Sentuhan lembutnya membuatku tidak ingin melepaskannya. Hangat terasa dari bibir hingga ke dasar perut yang paling dalam.

"Bang mahasih y..., Mie ayam satu make sawi sama cakar tambah es teh!"

"Limaribu Bos!"

Begitu nikmat kunikmati mie ayam di dalam mimpi tiba-tiba terdengar suara.

Jon..., jono...!"

"Hah, suara apa itu? Suara apa itu?"

"Mie ayam?"

"Heh,ni aku Emakmu. Gini aku minta tolong lagi, sana liatin bapak kamu di kiosnya Lik Kirman sedang apa?"

Meski dengan tubuhku yang demam aku lakukan keinginan ibuku. karena keinginannya adalah perintah bagiku.  Meski gelap, jam tiga pagi, aku seorang anak kecil yang masih SMP keluar sendiri. Saking gelapnya malam itu bahkan aku sampai tidak bisa melihat diriku sendiri, mungkin benar yang orang bilang kalu kulitku hitam meski aku selalu ngeyel kalau aku itu hitam. Langkah demi langkah kutapakkan kakiku kejalan, mengendap-endap seperti layaknya agen mata-mata. Atau lebuh miri seperti maling,karena ku memakai sarung.

"Wah, kartunya jelek!" Ucap salah seorang yang sedang main kartu.

"Kalau jelek itu berarti takdir!" Sahut Baqpakku.

Dengan sedikit laporan yang akurat, hangat dan terpercaya aku pulang memberikan reportase kepada Emak. Kukatanan apa adanya, tidak kurang dan tidak lebih. Kuabdikan selurih jiwa ragaku untuk ibu. Aku akan selalu membuatnya bahagia. Mendengar berita yang aku kabarkan, Emak marah sekali. padahal posisi kandungan sudah 7 bulan. dia menunggu Bapak pulang. Duduk-duduk di kursi sambil sesekali melamun. sedang aku kembali ke kamar berusaha untuk tidur lagi tapi tidak bisa. Sesaat kemudian pulanglah Bapak.

"Darimana kamu?"

"Dari tahlilan!"

"Jangan Bohong!"

"Enggak!"

"Kamu pasti abis main kartu, ngabisin uang yang kamu curi dari aku kan?"

"Aku menang kok!"

Sengit pertempuran semakin menjadi. medan pun menjadi semakin 'semrawut' berbagai senjata melayang. Prraaakkkk....., akhirnya sebuah 'kendhi' melayang di kepala bapakku yang tak mengakui kalau dialah yang kerap kali mencuri uang Emakku. Kendhi pecah, darah pun mengalir. Karena merasa bersalah Bapak pergi minggalkan rumah dengan darah yang terus mengalir dari ubun-ubunnya. Sementara Emak menangis sambil memegang perutnya yang tengah hamil tujuh bulan.




0 komentar:


Posting Komentar

Blog Portofolione [◣_◢] Yoni Ahmad |

[◣_◢] WELCOME |

    Email : blog@yoniahmad.co.cc

ARSIP BLOG

    www.yoniahmad.co.cc

Menu Utama

LOGIN | SEARCH

DOWNLOAD EBOOK

IMAGE RESOURCES

MY BLOG

 

Your Links

www.yoniahmad.co.cc
go to my homepage
..:: Klik gambar mlebet blog ::..
Copyright@sastra-jawa007