Semalam tidur jam 3, kemudian jam 4 aku terbangun tidur lagi dan pindah ketempat yang lebih nyaman. Dalam anganku aku ingin sekali bangun pagi. Rencanaku berhasil, aku terbangun jam setengah sembilan PAGI. ketika ada seorang yang sedang melamar kerja di tempat aku kerja. Aku dengan mata merah, kotoran di kelopak mata, dan aroma mulut yang khas mengetik sebuah lembar biodata kosong untuk diisi oleh calon pelamar. Dia ingin bekerja menjadi teknisi komputer. Memenuhi iklan lowongan kerja yang Mas Bos kirim ke salah satu surat kabar terkemuka. Ada lebih dari 20 orang yang telah mengirimkan Curiculum Vitae dirinya ke email kantorku. Dari 20 hanya 4 yang masuk seleksi wawancara.
Melihat pemandangan tentang pelamar kerja seperti itu aku jadi berpikir tentang diriku yang juga belum jelas masa depannya. Aku seorang sarjana, lulusan universitas terkemuka di kota Semarang, namun sekarang aku mendekam di warnet dan toko komputer. Walau hanya warnet namun dia telah membiayai aku hidup selama kuliah. Sesekali aku mencari job di luar untuk memenuhi pembayaran registrasi kuliah. Aku bersyukur sudah lulus walau belum dapat pekerjaan tetap. Pagi itu warna hitam memenuhi tubuhku dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Tidak menyangka akhirnya aku bisa memakai pakaian ini, meski aku belum pantas memakainya.
"Er, ayo sini foto-foto!" Sapa teman-temanku
"Iya!" Jawabku singkat.
"Ayo gantiyan kamu yang memfoto!"
Untuk hidungan kelulusan ya sedikit agak telat, karena dua periode sebelumnya sudah ada yang lulus, bahkan sedah menikah. Di dalam ruangan yang penuh dengan calon sarjana aku duduk ditengah kerumunan intelek muda Indonesia. Aku tak tahu apakah harus berbangga atau bersedih. Ku buka kardus kecil putih dengan tulisan selamat menikmati, aku ambil sebuah kue dan aku makan sedikit demi sedikit. Rasanya manis, sepet, asin, pahit, seperti gejala kehidupan yang warnaya beranekamacam.
Terlihat suasana gaduh ruangan auditorium sangat memekak telinga, seperti suara kerumunan lebah di sarangnya. Tak hanya itu, di depan, di atas panggung juga berdiri pejabat yang berpidato. Namun tak ada satupun pemuda intelek yang paham dengan apa yang diucapkannya, karena terganggu gaduhnya kerumunan lebah madu.
"Kepada seluruh calon wisudawan harap tenang karena acara akan segera dimulai" Ucap pejabat diatas panggung.
Seketika itu seasana sedikit menenang.
"Prosesi senat akan segera memasuki ruangan!" ucap Pembawa acara.
Barisan jubah besar berjalan beruntun rapi menyusuri celah yang sengaja diseting untuk lewat para dewan senat. Disusul acara selanjutnya dan selanjutnya. Para lebah mulai bergemuruh kembali. Sedang yang diatas panggung menghebohkan diri. Seperti menonton teater monolog aku menikmati pertunjukan yang asyik memakan cemilan yang telah kami bayar beberapa bulan yang lalu dikantor.
Di samping kanan dan kiriku yang ada hanya cewek. Tidak bisa ngobrol, hanya sesekali tanya-sapa. Dalam diamku membuat syaraf-syarafku relaksasi. Keadan nyaman. Meski tanpa hipnotis aku bisa tertidur dengan seketika. Aku telah membayangkan menjadi seorang staff pengajar yang handal. Selain itu aku juga mempunya sebuah bidang bisnis yang menjanjikan. Aku menjadi seorang yang sangat disegani.
"Er...Eri....., ayo bangun! Sudah hampir giliran fakultas kita yang maju!" Teriak temanku dengan sangat pelan.
"Apa...? Apa....?" Jawabku kaget.
"Ayo siap-siap, rapikan bajumu....!"
"Iya!"
Sepertinya yang berjalan otak bawah sadarku, tak terasa ternyata aku sudah diluar gedung. Getar handphone di sakuku ternyata membawaku sadar bahwa aku harus segera menjemput keluargaku. segera saja aku berlari menuju gerbang. Perki kemana tempat keluargaku sedang menunggu. Namun, di sana aku tidak menemukan mereka. Aku kembali ke kos. Aku ambil motor dan segera ku cari keluargaku. Hp kembali berdering mengisyaratkan tempat dimana aku harus mencari keluargaku.
Tak berapa lama akhirnya aku menemukan mereka. Tidak taha menahan kegembiraan mereka melampiaskannya denga foto-foto. Tidak peduli dengan siapa yang melihat, prosesi pemfotoan terus berlangsung. Hingga akhirnya jatuhlah sebuat sebuah pertanyaan dan tawaran yang menyandungku.
"Er..., kalau semisal kamu nggak ngajar dulu gimana?" Tanya ibuku.
"Maksud ibu?" Aku balik tanya
"Kemarin ada info lowongan kerja dari pak lurah. Katanya penghasilannya menjanjikan, perbulan minimal 12 juta!"
"Kerja apa tuh emangnya? Kerjanya dim mana?"
"Kamu coba aja dulu Er, menjanjikan kok! Kerjanya di Korea Selatan" Sahut Tante Mini.
"Hah.., Korea Selatan?"
Terkejut sekali aku mendengar berita itu. Tapi aku tidak bisa menolak. Beberapa alasan yang tidak bisa aku sangkal. Yang pertama itu adalah permintaan dari ibu, dan aku akan menuruti apapun permintaan ibu asalkan dia bahagia. Keinginannya adalah perintah bagiku. Alasan yang tidak bisa aku tepis adalah karena sudah banyaknya hutang keluarga yang menumpuk, karena beberapa kali mendapat rugi dan juga penipuan. Orang tuaku sudah susah payah membesarkanku, menguiliahkanku. Kini giliran aku yang membahagiakannya. Jika memang aku bisa berhasil setelah dari sana. Aku ingin melunasi hutang-hutang keluarga, membuka usaha dan ambil kuliah lagi untuk memenuhi misi ibuku yang memimpikan aku menjadi staff pengajar PNS.
rencana ini sungguh berat, namun apapun resikonya akan aku lakukan. Demi Ibuku
Browse » Home »
Secuil Kisah
» Menembus Marka
26 Juli 2010
Menembus Marka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar