Ada kejadian yang sangat menarik. Seseorang ditawarin sesuatu oleh seseorang yang lain. Jika itu terjadi sama kamu, apa yang akan kamu lakukan?
Apakah kamu akan menerima?
Ataukah kamu akan menolak?
Atau kamu malu menerima, namun sebenarnya menginginkannya?
Rasa hormat mungkin bagus, tapi rasa ‘sungkan’ yang berlebihan itu seperti ‘slilit’ pada gigi. Meski itu Cuma secuil sisa daging ayam yang kita makan, tapi itu sangan membuat kita tidak nyaman. Memang manusia Jawa dekat dengan ‘rikuh’, ‘ewuh’ ‘pakewuh’. Tapi pernyataan itu tidak harus ditelan mentah-mentah. Rasa sungkan kenapa harus dikeluarkan jika yang menawarkan sesuatu ke kita saja ikhlas. Justru kemunafikan kita itu yang membuat kita akhirnya tidak mendapatkan sesuatu.
Terkadang manusia mempunyai pemikiran yang aneh. Mereka sering malu jika menghadapi situasi tertentu. Padahal rasa malu itu malah akan menghambat perkembangan pola pikirnya sendiri. Malu bertanya, malu berkomunikasi dengan orang asing, malu melakukan pekerjaan yang sekiranya tidak bagus, malu akan kekurangan dirinya, malu akan orang tua dan keluarganya, malu dengan keadaannya, malu berbicara dengan lawan jenis, malu ketika diwawancara, sikap-sikap negatif itu harus dihilangkan.
Kenapa harus malu selama kita melakukan perbuatan yang benar. Kenapa harus takut jika apa yang kita lakukan tidak salah. Jangan takut untuk melakukan sesuatu yang benar. Bahkan ada satu pesan dari ibuku yang masih aku ingat dan aku pegang sampai sekarang.
“Kamu boleh melakukan apapun yang kamu suka, asalkan yang kamu lakukan itu benar.”
Bahkan ada temanku juga yang memiliki satu motto hidup yang unik, “Isin ora isi.” Tapi itulah yang akhirnya membuat dia mempunyai nila lebih. Dengan mottonya itu membuatnya jadi lebih berani.
So, kenapa harus malu?
0 komentar:
Posting Komentar